Asal-usul Patung Gajah Museum Nasional - Museum Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat 12 dikenal dengan nama Museum atau Gedung Gajah. Nama itu berasal dari keberadaan patung gajah berbahan perunggu di halaman depan museum.
Patung gajah tersebut merupakan hadiah dari Raja Siam (sekarang Thailand), Chulalongkorn atau Rama V. Pada 9 Maret hingga 15 April 1871 beliau melakukan kunjungan muhibah ke Hindia Belanda. Di Batavia beliau singgah selama lima hari, mulai 27 Maret 1871 hingga 1 April 1871.
Kunjungan Raja Siam ke Hindia Belanda diabadikan oleh beberapa sumber, antara lain Syair Koendjoengan Maharadja Siam yang diterbitkan kembali oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Catatan perjalanan Raja Siam itu ditulis oleh Pangeran Somdetch Krom Phraya Damrong Rajanubharb, saudara beliau sekaligus Direktur Perpustakaan Kerajaan Siam.
Kunjungan Raja Chulalongkorn ke Jawa juga diterbitkan di Kerajan Siam dalam jurnal kerajaan. Di Indonesia, kunjungan Raja Siam terdokumentasi dalam naskah Sair Kedatangan Radja Siam di Betawi. Naskah ini ditulis dalam bahasa Melayu China Betawi abad ke-19 dalam bentuk 145 bait syair.
Naskah ini pernah dibahas oleh dua orang sarjana Perancis, Claudine Salmon dan Denys Lombard. Hasilnya diterbitkan dalam majalah Archipel No. 22 Tahun 1981. Menurut mereka, naskah tersebut merupakan karya seorang peranakan China Betawi. Juga merupakan teks tertua yang dicetak dan ditulis oleh peranakan China. Bahkan merupakan dokumen asli dimulainya hubungan diplomatik antara Siam dengan pemerintah Hindia Belanda.
Menurut syair itu, Raja Siam tiba dari Singapura bersama rombongannya menggunakan empat kapal. Dari pelabuhan, Raja Siam menggunakan kereta kuda. Di sepanjang jalan sambutan terhadap baginda raja sangat meriah. Seluruh pembesar Batavia datang menjemput. Meriam disulut tiga kali. Bendera Siam dipasang di setiap gedung dan rumah berdampingan dengan bendera Belanda. Tentara Belanda dengan senapannya berparade di jalan. Barisan kampung ikut berderet di sepanjang jalan lengkap dengan tombak.
Masyarakat China juga tidak mau ketinggalan. Golongan kaya dan miskin berbaur untuk memberi penghormatan kepada raja. Atraksi kesenian ikut disuguhkan. Orang-orang menonton di sepanjang jalan sambil berdesakan. Atraksi seni China yang diperagakan merupakan suguhan masyarakat Petak Baru dan Patekoan. Kemeriahan penyambutan dinilai setara dengan kesemarakan Capgomeh.
Selama di Batavia, Raja Siam mengunjungi tangsi, gudang, rumah sakit, rumah yatim piatu, dan biara. Ketika mengunjungi 'Genootschap' (museum) raja terkesan dengan koleksi-koleksi yang ada. Maka timbul niatannya untuk menyumbangkan sesuatu yang kelak akan berguna untuk menjalin persahabatan kedua negara. Sehabis dari museum, raja mengunjungi beberapa gereja dan kebon binatang Cikini. Dari Batavia, Raja Siam melanjutkan perjalanan dengan kapal laut ke Semarang. Asal-usul Patung Gajah Museum Nasional
(Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)
source: http://www.wartakotalive.com/
Patung gajah tersebut merupakan hadiah dari Raja Siam (sekarang Thailand), Chulalongkorn atau Rama V. Pada 9 Maret hingga 15 April 1871 beliau melakukan kunjungan muhibah ke Hindia Belanda. Di Batavia beliau singgah selama lima hari, mulai 27 Maret 1871 hingga 1 April 1871.
Kunjungan Raja Siam ke Hindia Belanda diabadikan oleh beberapa sumber, antara lain Syair Koendjoengan Maharadja Siam yang diterbitkan kembali oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Catatan perjalanan Raja Siam itu ditulis oleh Pangeran Somdetch Krom Phraya Damrong Rajanubharb, saudara beliau sekaligus Direktur Perpustakaan Kerajaan Siam.
Kunjungan Raja Chulalongkorn ke Jawa juga diterbitkan di Kerajan Siam dalam jurnal kerajaan. Di Indonesia, kunjungan Raja Siam terdokumentasi dalam naskah Sair Kedatangan Radja Siam di Betawi. Naskah ini ditulis dalam bahasa Melayu China Betawi abad ke-19 dalam bentuk 145 bait syair.
Naskah ini pernah dibahas oleh dua orang sarjana Perancis, Claudine Salmon dan Denys Lombard. Hasilnya diterbitkan dalam majalah Archipel No. 22 Tahun 1981. Menurut mereka, naskah tersebut merupakan karya seorang peranakan China Betawi. Juga merupakan teks tertua yang dicetak dan ditulis oleh peranakan China. Bahkan merupakan dokumen asli dimulainya hubungan diplomatik antara Siam dengan pemerintah Hindia Belanda.
Menurut syair itu, Raja Siam tiba dari Singapura bersama rombongannya menggunakan empat kapal. Dari pelabuhan, Raja Siam menggunakan kereta kuda. Di sepanjang jalan sambutan terhadap baginda raja sangat meriah. Seluruh pembesar Batavia datang menjemput. Meriam disulut tiga kali. Bendera Siam dipasang di setiap gedung dan rumah berdampingan dengan bendera Belanda. Tentara Belanda dengan senapannya berparade di jalan. Barisan kampung ikut berderet di sepanjang jalan lengkap dengan tombak.
Masyarakat China juga tidak mau ketinggalan. Golongan kaya dan miskin berbaur untuk memberi penghormatan kepada raja. Atraksi kesenian ikut disuguhkan. Orang-orang menonton di sepanjang jalan sambil berdesakan. Atraksi seni China yang diperagakan merupakan suguhan masyarakat Petak Baru dan Patekoan. Kemeriahan penyambutan dinilai setara dengan kesemarakan Capgomeh.
Selama di Batavia, Raja Siam mengunjungi tangsi, gudang, rumah sakit, rumah yatim piatu, dan biara. Ketika mengunjungi 'Genootschap' (museum) raja terkesan dengan koleksi-koleksi yang ada. Maka timbul niatannya untuk menyumbangkan sesuatu yang kelak akan berguna untuk menjalin persahabatan kedua negara. Sehabis dari museum, raja mengunjungi beberapa gereja dan kebon binatang Cikini. Dari Batavia, Raja Siam melanjutkan perjalanan dengan kapal laut ke Semarang. Asal-usul Patung Gajah Museum Nasional
(Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)
source: http://www.wartakotalive.com/
Tag :
Sejarah
Komentar Facebook
0 Komentar untuk "Asal-usul Patung Gajah Museum Nasional"